Kamis, 07 November 2013

bencana di tenggarong Jalan Putus Akibat Tambang di Sangasanga, Akses Ribuan Jiwa Terganggu

Berita TENGGARONG - Lima bencana lingkungan beruntun sepanjang 2013 di Kecamatan Sangasanga, Kutai Kartanegara, benar-benar menguji kesabaran warga setempat. Setelah bocah tewas di kolam bekas tambang, banjir bandang yang menerjang lima RT, serta jalan putus sebagai kejadian terbaru, warga pun bergerak.


Beberapa unsur di kota perjuangan menyiapkan class action terhadap Pemkab Kukar yang dinilai gagal mengawasi aktivitas galian emas hitam. Kepada Kaltim Post, Rabu (6/11), juru bicara Forum Keluarga Besar Putra-Putri Sangasanga (FKBPS) Kaltim Fadli, menuturkan Pemkab Kukar memiliki andil dalam pelbagai musibah lingkungan. Insiden jalan berubah menjadi danau di Kelurahan Sangasanga Muara tak bisa dibiarkan.

Pada Senin (4/11) pukul 20.00 Wita, Jalan Budiyara yang berbahan cor beton ambruk sepanjang 100 meter. Sejumlah warga menuding, aktivitas galian batu bara PT Amelia Energi yang sangat dekat dari badan jalan sebagai penyebab. Jalan berstatus milik kabupaten menghubungkan Kelurahan Sari Jaya menuju Kelurahan Sangasanga Muara dan tiga kelurahan yang lain. Pipa minyak milik Pertamina pun patah dan produksi selama 4 jam atau 1.000 barel tersendat.

“Ini peristiwa besar,” ucap Fadli. Dikatakan, dalam Undang-Undang 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, jelas disebutkan pelanggaran lingkungan dapat dipidanakan.

Dalam waktu dekat, FKBPS akan mengambil jalur class action (gugatan kelompok). Mereka akan melaporkan Bupati Kukar, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kukar, Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah Kukar, dan Camat Sangasanga. Dianggap melakukan pembiaran atas kerusakan lingkungan, pemkab akan diadukan kepada Polda Kaltim.

“Kami masih membuat konsep gugatan. Tiga hari ke depan sudah dilayangkan ke Polda,” kata Fadli. Menurutnya, class action bisa berbuah pembelajaran agar pihak berwenang tak sewenang-wenang.

“Kami heran, sudah jelas itu kawasan zona merah Pertamina. Kok, bisa-bisanya IUP (izin usaha pertambangan) diterbitkan. Sudah jelas ada unsur kesengajaan,” terangnya. “Kegiatan (penambangan batu bara) bukan baru sehari atau dua hari. Camat sudah lihat, kok, tapi tidak ada teguran,” lanjut dia.

Warga yang kini menggunakan kapal penyeberangan, dikatakan seperti kembali ke zaman lampau. “Sudah namanya Kota Wisata Juang, dengan begini benar-benar kembali ke masa perjuangan,” ucapnya. Fadli mengungkapkan, 12 November mendatang warga Sangasanga berdemonstrasi di kantor kecamatan.

Untuk diketahui, Sangasanga adalah bagian penting perjuangan kemerdekaan Indonesia di Kaltim. Di kecamatan yang pada masa lalu berdiri perusahaan minyak milik Belanda, para pejuang dengan gagah berani melawan penjajah. Peristiwa Merah Putih yang heroik pada 27 Januari 1947 adalah yang paling terkenal. Sejumlah situs peninggalan perjuangan pun tersisa dan menjadi objek wisata pada masa kini.

Rentetan polemik tambang di Sangasanga disebut bak pengusiran masyarakat secara perlahan. Situs Kota Wisata Juang yang disematkan di daerah ini pelahan-lahan bisa lenyap.

“Kota Wisata Juang sudah tak pantas lagi bagi Sangasanga. Lebih pantas Wisata Tambang,” kata Koordinator Divisi Hukum Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Merah Johansyah Ismail.

Dikatakan, di Kelurahan Sangasanga Muara telah dikepung tambang batu bara. Padahal di sinilah situs sejarah pejuang merobek bendera Belanda. “Tak hanya masyarakat yang dirugikan karena tambang, sektor pendapatan Wisata Juang juga dirugikan,” terangnya.

Kekecewaan kepada pemerintah juga diungkapkan tokoh masyarakat Sangasanga, Mursidi. Menurutnya, pemerintah terlihat bingung setelah jalan ambruk. Seolah peka padahal sudah lama masyarakat berteriak agar aktivitas tambang di sisi jalan dihentikan.

“Kami hanya minta daerah kami ini diawasi pemerintah. Dengan kejadian ini, pengawasan terbukti sangat lemah,” ujarnya.

Menurutnya, jika seluruh perusahaan tambang tak segera dievaluasi, masyarakat hanya bisa menanti kejadian berikutnya. “Lalu, ketika ada kejadian luar biasa lagi, pemerintah seperti tak merasa bersalah. Selama tambang-tambang belum dievaluasi, masyarakat Sangasanga dalam ancaman,” tuturnya.

Dikonfirmasi tentang rencana class action, Bupati Kukar Rita Widyasari mengatakan, pemkab telah berusaha maksimal mengawasi pertambangan. Sejumlah izin usaha pertambangan telah dibekukan. Sebagian yang lain dicabut.

“Kami berusaha sekuat tenaga,” ucap Rita.

SUSAHKAN RIBUAN ORANG

Jalan Budiyara yang ambruk akibat aktivitas tambang batu bara membuat kesusahan bagi 1.500 warga Kelurahan Sangasanga Muara. Selain membuat listrik padam berjam-jam karena tiang listrik ikut terbenam, jalur ini merupakan akses utama warga menuju tiga kelurahan yakni Pendingin, Sari Jaya, dan Sangasanga Dalam. Sebanyak 19 RT yang berdekatan dengan jalur ini pun harus menggunakan perahu penyeberangan.

Yuniarti, siswi kelas VII SMP 1 Sangasanga, misalnya, terpaksa ikut mengantre sejak pagi kemarin untuk sekolah. Sorenya, sekitar pukul 17.30 Wita, dia bersama teman-teman sekolah mengantre lagi.

Perahu penyeberangan pun diserbu warga. Hanya dalam 15 menit, sekitar 25 sepeda motor dan tiga mobil masuk dalam antrean. Namun, kapasitas perahu hanya menampung sepuluh kendaraan roda dua dan satu mobil.

Dalam satu jam, satu perahu penyeberangan hanya bisa mengantar 600 roda dua. Kapasitas tiga feri yang disewa perusahaan tambang pun tak sebanding dengan kendaraan yang mengantre.

Lurah Sangasanga Muara, Bahruddin, menyebutkan selain kapasitas yang terbatas, keselamatan penumpang tidak mendukung seperti jumlah pelampung yang minim. Dia mengatakan, para pihak terkait masih membicarakan masalah penyeberangan darurat ini.

Meski demikian, beberapa pemilik perahu merasa diuntungkan. PT Amelia Energi bersedia membayar Rp 5 juta per kapal untuk sehari operasi. Dengan demikian, perusahaan mengeluarkan Rp 15 juta per hari untuk tiga feri.

“Kami harus kerja 24 jam. Kapal dikemudikan bergantian,” terang seorang pemilik feri yang meminta namanya tidak disebutkan.

Menanggapi persoalan itu, Bupati Kukar Rita Widyasari mengatakan akan menambah satu feri lagi. “Feri itu bantuan dari partai (Golkar),” ucap Rita singkat. Bupati mengimbau pemilik perahu penyeberangan memerhatikan kapasitas kendaraan sembari menunggu bantuan feri yang lain.

BIAYA MAHAL

Jalur nadi Kelurahan Sangasanga Muara yang putus diperkirakan menimbulkan kerugian miliaran rupiah. Tim Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (DBMSDA) Kukar telah datang ke lokasi. Di sisi jalan, menurut pemeriksaan DBMSDA, lubang galian batu bara menganga dengan kedalaman diperkirakan 70 meter.

“Sementara ini, kerugian diperkirakan Rp 800 juta sampai 1 miliar,” ungkap Ahyani Fahdianur, kepala DBMSDA Kukar. Nilai itu diperoleh dari perhitungan jalan yang amblas sepanjang 225 meter.

Ahyani membantah bahwa jalan dibangun di kawasan rawa. Jalan cor beton yang dibangun dengan APBD Kukar itu di atas tanah padat. “Buktinya jalan yang lain masih utuh. Jalan ini runtuh karena ada gangguan di sisi jalan yang digali tambang batu bara,” terang Ahyani didampingi Kasi Pengelolaan Jalan DBMSDA Kukar Budi Harsono.

Proyek pembangunan jalan dibangun pada 2009. Badan jalan dibuka 8 meter sampai 10 meter sudah termasuk parit. Sedangkan cor beton selebar 6 meter.

DBMSDA merencanakan dua opsi untuk menanggulangi peristiwa ini. Pertama, membangun jalan dengan konstruksi tiang pancang di lokasi jalan runtuh. Kedua, membangun jalur baru di belakang tebing. “Yang pasti, (perbaikan) sepenuhnya menjadi tanggung jawab PT Amelia Energi,” terangnya.

Sementara itu, Humas PT Amelia Energi, Adam, mengatakan bahwa perusahaan akan membangun jalan alternatif sepanjang satu kilometer. “Lima ekskavator dan 25 dump truck sudah bekerja,” terangnya. Dia memastikan, jalan sudah dilintasi masyarakat dalam sepekan.

MULAI DIUSUT

Sehari setelah kejadian, Kapolres Kukar AKBP Abdul Karim beserta sejumlah perwira Kukar datang ke lokasi. Selain berpotensi memicu amarah warga, Polres Kukar disebut-sebut memeriksa pihak yang dianggap bertanggung jawab dalam waktu dekat.

Kasat Reskrim Polres Kukar AKP Andin Wisnu Sudibyo mengatakan akan mendalami kasus ini. Namun demikian, penyelidikan masih belum memasuki pemanggilan.

Andin mengatakan, kunjungan Polres Kukar ke lokasi kejadian untuk mengetahui posisi longsor secara pasti. Dia memastikan, semua pihak terkait dipanggil dan dimintai keterangan. Disinggung apakah ada dugaan unsur pidana, Wisnu mengatakan bergantung hasil pemeriksaan para saksi serta temuan penyidik. Menurutnya, pihak yang bersalah tak hanya diancam undang-undang lingkungan melainkan unsur pidana yang lain.

Humas PT Amelia Energi, Adam, menjelaskan bahwa lahan perusahaan di sekitar jalur yang ambruk tak sampai 10 hektare dari keseluruhan izin usaha pertambangan 100 hektare. Lahan mulai dikeruk pada pertengahan 2011 setelah PT Amelia Energi diakuisisi CV Gudang Hitam Prima. Adapun pemilik PT Amelia Energi menurut Adam adalah Hermanto alias Akong, pengusaha dari Samarinda.

Untuk produksi batu bara PT Amelia Energi, Adam mengaku tak bisa menjelaskan karena menyangkut hal teknis dan hanya bisa didapat dari kepala teknik tambang (KTT). “Saat ini, KTT sedang diperiksa kepolisian. Untuk kalori batu bara di sini berkisar 5,6-5,8 (5.600-5.800 kilokalori),” jelasnya.

Perusahaan juga membantah jika disebut nekat menambang. Dikatakan, perusahaan sudah mendatangkan bahan geotekstil dari Jakarta untuk pemadatan jalan.

“Namun di luar usaha kami, jalan itu runtuh. Lagipula, beberapa hari ini Sangasanga diguyur hujan. Arus sungai (Meriam) semakin deras,” terangnya.

Adam menjelaskan, perusahaan sudah tak beraktivitas sejak beberapa bulan lalu karena Distamben Kukar membekukan izin.

“Dalam sebulan ini kami fokus menangani retakan jalan. Sudah 70 persen jalan kami perbaiki,” jelasnya. (adw/*/ril/*/byg/*/qi/fel2/che/k1) sumber http://kaltimpost.co.id/berita/detail/39462/serang-lewat-class-action.html

0 komentar:

Posting Komentar